ENREKANG,-- Mobil pribadi
yang dijadikan angkutan umum dinilai menimbulkan banyak masalah seiring
semakin bertumbuhnya jumlah mobil jenis ini di Enrekang. Saat ini,
diperkirakan hampir 500 unit mobil pelat hitam ikut dalam bisnis
transportasi umum.
Kepala Bidang Pergubungan Dishubinbudpar Enrekang, Sutrisno mengatakan,
fenomena mobil angkutan umum berpelat hitam ini sangat merugikan
pemerintah. Sebab mereka mendapatkan untung dari usaha transportasi
tanpa berkontribusi terhadap pendapatan daerah.
Padahal mobil angkutan umum lainnya, dikenakan retribusi pada pengujian
kendaraan bermotor seperti KIR, izin trayek serta tempat pemungutan
retribusi (TPR). Dia mengungkapkan, di Pasat Cakke dan Baraka,
setidaknya ada sekira 400 hingga 500 mobil angkutan umum yang berpelat
hitam yang mengambil penumpang setiap harinya.
"Target PAD kita memang hanya Rp100 juta dan itu kita sudah lampaui.
Tapi andaikata mereka semua berkontribusi untuk PAD, pasti akan lebih
banyak," ujar Sutrisno.
Selain tidak berkontribusi bagi PAD, angkutan umum pelat hitam juga
dianggap sebagai biang semrawutnya lalu-lintas. Upaya pemerintah untuk
mengarahkan angkutan umum masuk ke terminal tidak pernah berhasil karena
angkutan umum pelat hitam ini punya terminal sendiri alias terminal
bayangan.
Para sopir akhirnya menolak masuk ke dalam terminal karena mobil
penumpang pelat hitam itu lebih leluasa mengambil penumpang di pinggir
jalan. "Kami tidak bisa berbuat banyak. Persoalannya, penindakan
terhadap mobil pelat hitam adalah kewenangan dari pihak kepolisian,"
keluh Sutrisno, Minggu 8 Desember.
Kasat Lantas Polres Enrekang, AKP Abdul Jalil mengaku sudah berkerja
secara maksimal. Setiap mobil penumpang pelat hitam yang ditemukan
memuat penumpang, langsung ditilang. Jalil juga mengaku sudah memasang
pengumuman pada terminal bayangan yang ada agar mobil penumpang pelat
hitam tidak mengambil penumpang.
"Pokoknya setiap ada ditemukan kami tindak tegas. Tetapi kami bingung mengapa mobil ini tidak ada habis-habisnya," ujar Jalil(Opr RTMC - Brigpol Rismal SE)